Kamis, 30 Juli 2020

Peta geografis dn peta sosial kota mekkah

Kondisi Geografis Makkah

Batas tanah haram Makkah pertama kali diletakkan oleh Nabi Ibrahim as. Malaikat Jibril as. yang memperlihatkan kepadanya. Tapal batas itu tidak pernah diperbaharui hingga pada masa Rasulullah saw. Pada saat penaklukan Kota Makkah, Rasulullah saw. mengutus Tamim bin Asad al-Khuza‟i untuk memperbaharui batas tersebut. Batas tersebut tidak diganggu gugat hingga pada masa Khalifah „Umar bin Khathab ra. Ia mengutus orang-orang Quraisy untuk memperbaharu tapal batas tersebut. Perbatasan kota Makkah dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      sebelah barat: jalan Jedah-Makkah, di Asy-Syumaisi (Hudaibiah), 22 km dari Kakbah;
2.      sebelah selatan, di Idha‟ah Liben, jalan Yaman-Makkah untuk yang dari Tihamah, 12 km dari Kakbah;
3.      sebelah timur, di tepi Lembah „Uranah Barat, 15 km dari Kakbah;
4.      sebelah timur laut, jalan Ji‟ranah, dekat Kampung Syara‟i alMujahidin, 16 km dari Kakbah;
5.      sebelah utara, Tan‟im, 7 km dari Kakbah.
Data yang banyak ditemukan adalah kondisi geografis pada masa sebelum Islam datang. Hal ini memberikan asumsi bahwa kondisi geografis Makkah dan Madinah pada masa sebelum datang Islam dengan pada masa awal Islam adalah sama. Kalau ada perubahan, maka tidak signifikan.

Kondisi Sosial Politik Makkah

Makkah merupakan kota penting pada waktu itu, baik karena tradisi maupun karena kedudukannya. Di samping berhadapan dengan agama politeisme yang telah mengakar kuat, ajaran Nabi Muhammad saw. juga harus melawan oposisi dari pemerintahan oligarki.
Dakwah Nabi Muhammad saw yang menyeru kepada Islam dianggap sebagai perusakan terhadap tatanan masyarakat yang dianut oleh kalangan bangsawan. Inilah yang menyebabkan terjadinya banyak konflik. Sikap kontra tersebut tidak sekedar dilatarbelakangi faktor sosial dan faktor ekonomi saja. Para bangsawan belum siap untuk menyejajarkan kedudukannya dengan sekelompok masyarakat yang selama ini merupakan budak. Selain itu adanya larangan menyembah berhala tidak saja berdampak dalam hal kepercayaan, tapi juga dampak ekonomi12. Hal ini karena pembuatan berhala merupakan salah satu penghasilan masyarakat saat itu.
Penentangan terhadap dakwah Rasulullah saw tersebut terjadi setelah dakwah dilaksanakan secara terang-terangan. Ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam, yaitu:
1.      Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad saw berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Hal ini sangat tidak mereka inginkan.
2.      Nabi Muhammad saw menyerukan persamaan hak antara bangsawan dengan budak. Hal ini tentu tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy;
3.      Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat;
4.      Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang beruratberakar pada bangsa Arab;
5.      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Meskipun pemerintahan Islam pertama adalah di Madinah, namun kontribusi kader-kader Makkah tidak dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan pembentukan pribadi muslim terjadi di Makkah, sehingga menjadi cikal bakal tumbuhnya masyarakat Islam. Dapat dikatakan bahwa “benih unggul” dari Makkah, sedangkan “lahan subur”-nya adalah Madinah, sehingga perpaduan keduanya melahirkan pemerintahan Islam yang kuat.
 Dalam bidang ekonomi, ada dikenal istilah ilaf, yaitu perjalanan komersial yang merupakan tradisi masyarakat sebelum Islam di Makkah yang dilegitimasi Alquran dalam Surah Quraisy. Musim panas ke Syria, sedangkan musim dingin ke Yaman.

Selasa, 28 Juli 2020

SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER HUKUM ISLAM
Hukum, menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu pertauran atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan mempunyai konsekuensi logis yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Menurut ulama' fiqih, hukum adalah: akibat yang timbul atau kewajiban atau konsekuensi yang harus dijalani karena tuntutan syari'at agama (Al-Qur'an dan hadits) yang berupa; al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah dan al-mubahah. Sedangkan sumber hukum Islam adalah sesuatu yang menjadi dasar hukum, acuan atau pedoman dalam syariat Islam
Para fuqaha (ulama ahli fiqih) sepakat bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan sabda Nabi Saw.;
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَةَ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخارى ومسلم )
Artinya: "Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila kamu berpegang teguh pada kedua perkara tersebut niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Kedua perkara tersebut ialah kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunah Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan ijtihad merupakan suatu pendapat dari ulama yang berkompeten dalam hal itu untuk mendapatkan hukum dari suatu masalah hukum yang belum ada ketetapannya dengan mengambil sumber dari Al-Qur'an dan hadits.
Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur'an dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara istilah al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril as., untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan bagi yang membacanya termasuk ibadah.
Al-Qur'an juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra (pengingat), Asy-Syifa' (obat), Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas)
Kedudukan dan Fungsi Al-Qur'an
Al-Qur'an mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting bagi umat Islam. Kedudukan dan fungsi Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut;
Sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Sebagai sumber hukum, Al-Qur'an mempunyai tiga komponen dasar hukum, yaitu sebagai berikut;
a.       Hukum yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan, yaitu yang membicarakan tentang tauhid atau keesaan Allah SWT.
b.      Hukum yang berkaitan dengan syariat, yaitu yang membicarakan aturan atau tatacara berhubungan secara lahiriyah dengan Allah SWT dan dengan manusia.
c.       Hukum yang berkaitan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan perilaku manusia dan adab sopan santun dalam bergaul dengan sesame manusia.
Allah Swt senantiasa menjaga kemurnian, kebenaran dan kelestarian Al-Qur'an. Sebagai sumber hukum, dia akan tetap terjaga kebenaran tulisan, isi dan kandungannya, sehingga tidak diragukan lagi keautentikannya untuk digunakan sebagai dasar atau sandaran segala hokum yang ada di muka bumi. Sebagaimana berfirman Allah Swt:
Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9. Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia dalam menjalani kehidupannya untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
         Al-Qur'an kebenarannya tidak diragukan lagi, baik isi kandungannya, proses turunnya serta asal turunnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Quran adalah haq atau benar. Perhatikan firman Allah SWT berikut :
Artinya: "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa." (QS. Al-Baqarah: 2)
         Setiap muslim wajib menggunakan Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam, jika tidak menggunakannya maka dianggap kafir. Berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya: "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah: 44) Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Al-Qur'an mempunyai kandungan isi sebagai berikut:
a.       A. Mengandung aqidah (keimanan) terhadap rukun iman yang enam.
b.     B.  Mengandung ibadah (hubungan dengan Allah atau hablumminallah)
c.     C.   Mengandung mu'amalah (hubungan antar sesama manusia)
d.     D.  Mengandung akhlaqul karimah (akhlak mulia)
e.     E.   Mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah SWT berkenan memilih diantara para hambanya itu seorang rasul yang diberi wahyu kepadanya. Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu dari hamba-Nya yang dipilih untuk mendapatkan wahyu Al-Qur'an tersebut. Segala ucapan dan kata-kata yang keluar dari mulut beliau merupakan sesuatu yang terbimbing dengan wahyu dari Allah SWT. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan tidaklah yang dia (Rasulullah)  ucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya,  ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4)  Sebagai mu'jizat terbesar bagi Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur'an merupakan mu'jizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar.
Pengertian Hadits
Hadits secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya kabar atau sesuatu yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw. Termasuk juga dalam hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits juga disebut sunnah. Dan Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadits dilihat dari segi materinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; Hadits qauliyah yaitu hadits atas dasar perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw. Hadits fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan yang dilakukan nabi Muhammad Saw.
c.       Hadits taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang dilakukan para sahabatnya.
Adapun jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadits itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad (diriwayatkan tidak banyak orang).
Para ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;
1. Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak memiliki cacat (illat)
2.  Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.
3.  Hadits Dhaif, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Hadits Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi menjadi tiga macam:
a. Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan belum mencapai derajat mutawatir.
b. Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun perawi itu dalam satu tingkatan saja.
c. Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad.
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm hokum Islam diantaranya sebagai berikut;
Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
    Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)
Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.
Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw. misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya menjelaskan tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut. Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an
    Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an. Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki menikah dengan bibi istrinya secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang artinya: "dilarang mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, Rasulullah Saw merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat hukum. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.
·         Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya mencurahkan tenaga, bersungguh-sungguh. Menurut istilah, ijtihad artinya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun hadits. Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
·         Syarat-syarat Berijtihad
Ijtihad bukan masalah yang mudah, karenanya seorang mujtahid harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut;
1)      Orang Islam, dewasa, sehat akalnya serta memiliki kecerdasan.
2)   Memahami ulumul Qur'an dan ulumul hadits terutama yang berkaitan dengan masalah hukum-hukum, asbabun  nuzul, nasikh mansukh, tarikh, musthalah hadits, asbabul wurud, matan hadits, tingkatan hadits dan kedudukan serta hal ikhwal perawinya.
3)      Memahami bahasa Arab dengan segala kelengkapannya.
4)      Memahami ilmu usulul fiqih (pokok-pokok fiqih)
5)      Memahani masalah ijma' atau pendapat ulama' terdahulu
6)      Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan yang tidak ada dalil qath'inya dalam Al-Qur'an atau hadits.
·         Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Kedudukan dan fungsi ijtihad sebagai berikut;
 Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits
Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits
Ijtihad merupakan salah satu cara yang disyari'atkan untuk menyelesaikan permasalahan social dan kenegaraan dengan ajaran-ajaran Islam.
Ijtihad merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum muslimin.
·         Bentuk-bentuk Ijtihad
Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk
Ijmak yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al-Qur'an dan hadits. Qiyas yaitu menyamakan permaslahan yang terjadi dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
Contoh: Hukum minuman keras diqiyaskan dengan khamar. Karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan.
    Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an dan hadits, yang didasarkan atas kepentingan/kemaslahatan umum. Istishab yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang merubah kedudukan hukum tersebut. Istidlal yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebutkan secara rinci dalam Al-Qur'an atau hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Maslahah mursalah yaitu perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan maksud syara' dan hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.
Contoh: Peraturan lalu lintas.
Urf yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
Zara'i yaitu perbuatan  yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau menghilangkan madarat.

Minggu, 26 Juli 2020

Ayat Al Qur'an tentang Pengendalian diri,prasangka baik dan persaudaraan

Kontrol diri, pengendalian diri atau penguasaan diri (self regulation) merupakan sikap, tindakan atau perilaku seseorang secara sadar baik direncanakan atau tidak untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pengendalian diri merupakan satu aspek penting dalam kecerdasan emosi (emotional quotient). Aspek ini penting sekali dalam kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar dirinya, akan tetapi justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh “musuh” yang ada dalam dirinya. Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak dini. Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit, melainkan diperoleh dari proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama berhubungan dengan orang-orang di sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang menguasai diri ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai kita atau kita yang menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan. Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini. Hal yang harus dikendalikan dalam diri kita antara lain perilaku berprasangka buruk kepada orang lain.  Sering kali kita saksikan perkelahian antar pelajar, bentrok antar warga. Hal ini terjadi karena masing-masing kelompok saling mencurigai, saling berprasangka buruk terhadap yang lainnya. Adanya kecurigaan atau prasangka buruk disebabkan oleh tidak mampunya seseorang mengendalikan diri. Orang yang mampu mengendalikan diri akan mampu menyelesaikan masalah tanpa harus dengan kekerasan atau main hakim sendiri. Ia akan mengubah prasangka buruk menjadi prasangka baik. Tentu saja, perilaku prasangka baik akan menjdikan kehidupan kita menjadi tenteram, akan terjalin persaudaraan (ukhuwah), saling pengertian. Sebaliknya dengan selalu berprasangka buruk kita akan berhadapan dengan permusuhan antar sesama dan tidak adanya ketentraman dalam menjalani kehidupan. Bacalah ayat-ayat berikut dengan tartil dan renungkanlah maknanya serta perhatikan adab dan sopan santun membaca Al Qur’an. QS. Al Anfal (8): 72 إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (72) QS. Al Hujurat (49):12 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) QS. Al Hujurat (49):10 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) QS. Al Anfal (8): 72  Terjemahan : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kandungan QS. Al Anfal (8): 72 Pada ayat ini disebutkan tiga golongan antara lain : Golongan Muhajirin, Golongan Anshor  dan golongan kaum muslimin yang tidak berhijrah ke  Madinah. Golongan pertama ialah yang memperoleh derajat tertinggi dan mulia di sisi Allah yaitu kaum Muhajirin yang pertama-tama berhijrah bersama Nabi Muhammad saw. ke Madinah dan orang-orang yang menyusul berhijrah kemudian yaitu berhijrah sebelum terjadinya perang Badar. Semua kekerasan dan kekejaman yang ditimpakan kepada kaum Muhajirin ini disambut dengan sabar dan tabah dan tidak dapat menggoyahkan keimanan mereka sedikit pun. Mereka tetap bertahan dan berjuang membela agama yang hak dan bersedia berkorban dengan harta dan jiwa, bahkan mereka bersedia meninggalkan kampung halaman, anak, istri dan harta benda mereka. Oleh sebab itu mereka diberi sebutan oleh Allah dengan keistimewaan, pertama "beriman", kedua "berhijrah", ketiga "berjuang dengan harta dan benda di jalan Allah". Golongan kedua ialah: "Kaum Ansar" di Madinah yang memeluk agama Islam, beriman kepada Nabi saw. dan mereka berjanji kepada Nabi dan kaum Muhajirin akan sama-sama berjuang di jalan Allah, bersedia menanggung segala resiko dan duka perjuangan, untuk itu mereka siap berkorban dengan harta dan jiwa. Nabi Muhammad saw. menanamkan rasa ukhuwah Islamiah antara kedua golongan ini sehingga kaum Ansar memandang kaum Muhajirin sebagai saudara keturunannya, masing-masing golongan dapat mewarisi. Karena itu Allah memberikan dua sebutan kepada mereka, pertama "memberi tempat kediaman" dan kedua "penolong dan pembantu" dalam hal ini pula mereka dinamai "kaum Ansar". Seakan-akan kedua golongan ini karena akrabnya hubungan telah menjadi satu, sehingga tidak ada lagi perbedaan hak dan kewajiban di antara mereka. Karena itu Allah telah menetapkan bahwa hubungan antara sesama mereka adalah hubungan karib kerabat, hubungan setia kawan, masing-masing merasa berkewajiban membantu dan menolong satu sama lainnya bila ditimpa suatu bahaya atau malapetaka. Mereka saling tolong-menolong, saling nasihat-menasihati dan tidak akan membiarkan orang lain mengurus urusan mereka, hanya dari kalangan merekalah diangkat pemimpin bilamana mereka membutuhkan pemimpin yang akan menanggulangi urusan mereka. Golongan ketiga ialah: golongan kaum Muslimin yang tidak berhijrah ke Madinah. Mereka tetap saja tinggal di negeri yang dikuasai oleh kaum musyrikin seperti orang mukmin yang berada di Mekah dan beberapa tempat di sekitar kota Madinah. Mereka tidak dapat disamakan dengan kedua golongan Muhajirin dan Ansar karena mereka tidak berada dikalangan masyarakat Islam, tetapi berada di kalangan masyarakat musyrikin. Maka hubungan antara mereka dengan kaum Muslimin di Madinah tidak disamakan dengan hubungan antara mukmin Muhajirin dan Ansar dalam masyarakat Islam. Kalau hubungan antara sesama mukmin di Madinah sangat erat sekali bahkan sudah sampai kepada tingkat hubungan karib kerabat dan keturunan, maka hubungan dengan yang ketiga ini hanya diikat dengan keimanan saja. Demikianlah hubungan antara dua golongan pertama dengan golongan ketiga ini, yang harus diperhatikan dan diamalkan dan mereka harus bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Allah selalu melihat dan mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya. QS. Al Hujurat (49):12 Terjemahan : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Kandungan QS. Al Hujurat (49): 12 Al-Qur’an surah al-Hujurat /49: 12  menjelaskan bahwa Allah Swt. melarang berprasangka buruk, yaitu menyangka seseorang melakukan perbuatan buruk Umar bin Al Khathab ra. pernah berkata, "Janganlah kalian berprasangka terhadap ucapan yang keluar dari saudara mukmin kecuali dengan prasangka baik. Sedangkan engkau sendiri mendapati adanya kemungkinan ucapan itu mengandung kebaikan." Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulllah saw bersabda, "Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian meneliti rahasia orang lain, mencuri dengan, bersaing yang tidak baik, saling dengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara." (hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, dan Muslim, juga Abu Dawud) Pada surah al-Hujurat /49: 12  juga terdapat pemberitahuan tentang larangan berghibah. Ghibah masih diperbolehkan bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat, seperti misalnya dalam Jarh (menilai cacat dalam masalah hadits), Ta'dil (menilai baik/peninjauan kembali dalam masalah hadits), dan nasihat. Adapun bagi orang-orang yang berghibah/menggunjing orang lain, diwajibkan bertaubat atas kesalahannya, dan melepaskan diri darinya (bergunjing) serta berkemauan keras untuk tidak mengulanginya lagi. Diriwayatkan oleh malik dari Abu Hurairah RA, bahwarasulullah SAW bersabda اياكم والظن فان الظن الحديث ولا تجسسوا ولا نتافسوا ولاتحاسدوا ولا تباعضوا ولا تدابروا وكونوا عبادالله اخونا( متفق عليه ) Artinya: Jauhilah prasangka karena prasangka itu adalah cerita yang paling dusta, dan janganlah kamu saling memaki, saling mencari kesalahan, saling membanggakan, saling beriri,saling membenci, dan jadilah kamu hamba – hamba Allah yang bersaudara . QS. Al Hujurat (49):10 Terjemahan : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Kandungan QS. Al Hujurat (49): 10 Sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan, dengan demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga keterikatan bagaikan seketurunan; karena itu wahai orang-orang beriman yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu apalagi jika jumlah yang bertikai lebih dari dua orang dan bertakwalah kepada Allah yakni jagalah diri kamu agar tidak ditimpa bencana, baik akibat pertikaian itu maupun selainnya supaya kamu mendapat rahmat antara lainrahmatpersatuan dan kesatuan. Kata (إنما) digunakan untuk membatasi sesuatu. Di sini kaum beriman dibatasi hakikat hubungan mereka dengan persaudaraan. Seakan-akan tidak ada jalinan hubungan antar mereka kecuali persaudaraan itu. Kata (إخواة) adalah bentuk jamak dari kata (أخ), yang dalam kamus-kamus bahasa sering kali diterjemahkan saudara atau sahabat. Kata ini pada mulanya berarti yang sama. Persamaan dalam garis keturunan mengakibatkan persaudaraan, demikian juga persamaan dalam sifat atau bentuk apapun. Ada juga persaudaraan karena persamaan kemakhlukan, seperti Nabi Muhammad saw. menamakan jin adalah saudara-saudara manusia. Ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah peperangan.

Baca selengkapnya di: https://www.kangmasroer.com/2013/08/kelas-x-aspek-al-quran-ayat-al-quran.html

Kamis, 16 Juli 2020

Asmaul Husna - Lagu 99 Nama Allah yang Merdu

ASMAUL HUSNA

 

A.    Pengertian Asmaul Husna

 

     Secara bahasa, Asma'ul Husna berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari "asma" yaitu  nama-nama, dan "al husna" yaitu baik, bagus, dan indah. Secara istilah, Asmaul Husna adalah nama-nama Allah yang baik, bagus, dan indah.

   Q.S. Al-A’raf ayat 180 menjelaskan bahwa pemilik Asma'ul Husna adalah Allah. Di dalamnya terkandung sifat kemahasempurnaan Allah sebagai Khalik. Kita dianjurkan untuk menyebut nama-Nya ketika akan berdoa karena dengan menyebut Asma'ul Husna itu artinya kita memuji kemahasempurnaan Allah.

  Asmaul husna berjumlah 99. Jumlah ini bukan pembatasan terhadap sifat kemahasempurnaan Allah, melainkan sebuah bilangan yang mempermudah kita untuk menghafalkannya, kemudian menjaganya, dan mengamalkannya, maka Allah akan menjamin kita masuk surga.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadis:

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya(menjaganya), maka ia akan masuk surga." (H.R. Al-Bukhari: 2531 dan Muslim: 4836)

 

B.     Menghayati Makna Tujuh Asma'ul Husna

1.         Al Karim (Mahamulia)

Kemuliaan Allah terdapat dalam sifat-sifat kemahasempurnaan-Nya, seperti Allah Maha Pengasih yang tak pernah pilih Kasih, Allah Mah Penyayang yang rasa sayangnya tak terbilang, Allah Maha Pemberi Rezeki yang tak pernah pamrih, dan lain sebagainya.

Artinya: Maka Mahatinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) ‘Arsy yang mulia. (Q.S. al-Mukminum/23: 116)

 

2.      Al Mu'min (Maha Pemberi Aman)

Allah adalah satu-satunya Dzat memberi kita keamanan negeri yang patut kita syukuri dengan cara menjaga sikap kita agar bisaa memberikan rasa aman kepada orang lain.

Artinya: Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang  Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Q.S. al-Hasyr/59:23)

 

3.      Al Wakil (Maha Melindungi)

Allah memiliki sifat Maha Melindungi dati segala sesuatu yang tidak kita inginkan. Allah adalah satu-satunya zat yang pantas dan harus kita jadikan sandaran dalam hidup.

Artinya: (yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, “ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” (Q.S. ali-‘Imran/3: 173)

 

4.      Al Matin (Mahakukuh)

Kekuatan Allah tidak ada tandingannya, tidak akan ada siapa pun yang mampu mengalahkan-Nya dan kehendak-Nya tidak akan pernah tergoyahkan oleh siapapun.

Artinya: Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh. (Q.S. az-Zariyat/51: 58)

 

5.      Al Jami' (Maha Mengumpulkan)

Allah Maha Mengumpulkan segala sesuatu dengan sangat mudah, termasuk mengumpulkan manusia kelak di Padang Mahsyar.

Artinya: Ya Tuhan kami, Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji. Allah tidak menyalahi janji. (Q.S. Ali ‘Imran/3: 9)

 

6.      Al ‘Adl (Mahaadil)

Allah Maha adil dalam memutuskan segala sesuatu. Tidak ada zat yang mampu memengaruhi Allah untuk berbuat adil, termasuk dalam memberi balasan pada hamba-Nya.

Artinya: Hanya kepada-Nya kamu semua akan kembali. Itu merupakan janji Allah yang benar dan pasti. Sesungguhnya Dialah yang memulai penciptaan makhluk kemudian mengulanginya (menghidupkannya kembali setelah berbangkit), agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebijakan dengan adil. Sedangkan untuk orang-orang kafir (disediakan) minuman air yang mendidih dan siksaan yang pedih karena kekafiran mereka. (Q.S. Yunus/10: 4)

 

7.      Al Akhir (Mahaakhir)

Tidak ada zat yang tersisa di dunia ini, kecuali Allah. Dialah yang Mahaakhir, tidak ada zat setelah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Mahakekal dan Abadi di saat semua makhluk ciptaannya hancur dan binasa. 

Artinya: Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Hadid/57: 3)

 


Peta geografis dn peta sosial kota mekkah

Kondisi Geografis Makkah Batas tanah haram Makkah pertama kali diletakkan oleh Nabi Ibrahim as. Malaikat Jibril as. yang memperlihatkan...