SUMBER HUKUM ISLAM
Hukum,
menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu pertauran atau adat yang secara
resmi dianggap mengikat dan mempunyai konsekuensi logis yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah. Menurut ulama' fiqih, hukum adalah: akibat yang
timbul atau kewajiban atau konsekuensi yang harus dijalani karena tuntutan
syari'at agama (Al-Qur'an dan hadits) yang berupa; al-wujub, al-mandub,
al-hurmah, al-karahah dan al-mubahah. Sedangkan sumber hukum Islam adalah
sesuatu yang menjadi dasar hukum, acuan atau pedoman dalam syariat Islam
Para
fuqaha (ulama ahli fiqih) sepakat bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan
hadits. Berdasarkan sabda Nabi Saw.;
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ
وَ سُنَةَ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخارى ومسلم )
Artinya:
"Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila kamu berpegang teguh pada
kedua perkara tersebut niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Kedua
perkara tersebut ialah kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunah Rasulullah." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Sedangkan
ijtihad merupakan suatu pendapat dari ulama yang berkompeten dalam hal itu
untuk mendapatkan hukum dari suatu masalah hukum yang belum ada ketetapannya
dengan mengambil sumber dari Al-Qur'an dan hadits.
Pengertian
Al-Qur'an
Al-Qur'an
dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara istilah al-Qur'an
adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. melalui malaikat
Jibril as., untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup, agar
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan bagi yang membacanya
termasuk ibadah.
Al-Qur'an
juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra (pengingat), Asy-Syifa' (obat),
Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas)
Kedudukan
dan Fungsi Al-Qur'an
Al-Qur'an
mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting bagi umat Islam. Kedudukan dan
fungsi Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut;
Sebagai
sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Sebagai
sumber hukum, Al-Qur'an mempunyai tiga komponen dasar hukum, yaitu sebagai
berikut;
a. Hukum
yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan, yaitu yang membicarakan tentang
tauhid atau keesaan Allah SWT.
b. Hukum
yang berkaitan dengan syariat, yaitu yang membicarakan aturan atau tatacara
berhubungan secara lahiriyah dengan Allah SWT dan dengan manusia.
c. Hukum
yang berkaitan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan perilaku manusia dan
adab sopan santun dalam bergaul dengan sesame manusia.
Allah
Swt senantiasa menjaga kemurnian, kebenaran dan kelestarian Al-Qur'an. Sebagai
sumber hukum, dia akan tetap terjaga kebenaran tulisan, isi dan kandungannya,
sehingga tidak diragukan lagi keautentikannya untuk digunakan sebagai dasar
atau sandaran segala hokum yang ada di muka bumi. Sebagaimana berfirman Allah
Swt:
Artinya:
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9. Sebagai pedoman dan petunjuk
hidup bagi manusia dalam menjalani kehidupannya untuk mencapai kebahagian hidup
di dunia dan akhirat.
Al-Qur'an kebenarannya tidak diragukan
lagi, baik isi kandungannya, proses turunnya serta asal turunnya. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan Al-Quran adalah haq atau benar. Perhatikan firman
Allah SWT berikut :
Artinya:
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa." (QS. Al-Baqarah: 2)
Setiap muslim wajib menggunakan
Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam, jika tidak menggunakannya maka dianggap
kafir. Berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya:
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah: 44) Sebagai
penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Sebagai
penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Al-Qur'an mempunyai kandungan isi sebagai
berikut:
a. A. Mengandung
aqidah (keimanan) terhadap rukun iman yang enam.
b. B. Mengandung
ibadah (hubungan dengan Allah atau hablumminallah)
c. C. Mengandung
mu'amalah (hubungan antar sesama manusia)
d. D. Mengandung
akhlaqul karimah (akhlak mulia)
e. E. Mengandung
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai
wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah
SWT berkenan memilih diantara para hambanya itu seorang rasul yang diberi wahyu
kepadanya. Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu dari hamba-Nya yang dipilih
untuk mendapatkan wahyu Al-Qur'an tersebut. Segala ucapan dan kata-kata yang
keluar dari mulut beliau merupakan sesuatu yang terbimbing dengan wahyu dari
Allah SWT. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya:
"Dan tidaklah yang dia (Rasulullah)
ucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4) Sebagai mu'jizat terbesar bagi Nabi Muhammad
Saw.
Al-Qur'an
merupakan mu'jizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar.
Pengertian
Hadits
Hadits
secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya kabar atau sesuatu
yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan
atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw. Termasuk juga dalam
hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits juga disebut sunnah. Dan Hadits
berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadits
dilihat dari segi materinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; Hadits
qauliyah yaitu hadits atas dasar perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw. Hadits
fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan yang dilakukan nabi Muhammad Saw.
c. Hadits
taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa
yang dilakukan para sahabatnya.
Adapun
jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadits
itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak
orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad (diriwayatkan tidak banyak
orang).
Para
ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;
1.
Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan
sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak
memiliki cacat (illat)
2. Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya bersambung sampai
Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak berlawanan dengan orang
yang lebih terpercaya.
3. Hadits Dhaif, yaitu hadits yang tidak
memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat
hadits hasan.
Hadits
Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi menjadi tiga macam:
a.
Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih,
dan belum mencapai derajat mutawatir.
b.
Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun
perawi itu dalam satu tingkatan saja.
c.
Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada
tingkatan maupun sanad.
Kedudukan
dan Fungsi Hadits
Kedudukan
dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm hokum Islam diantaranya sebagai
berikut;
Sebagai
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
Ada
beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm Al-Qur'an,
kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut sebagai kaitan dengan hukum
di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk penjelasan atau penjabaran
dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber
hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib ditaati
sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya:
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)
Sebagai
penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an
dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling mendukung dan menguatkan.
Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam
Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.
Sebagai
penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.
Ayat-ayat
Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw.
misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada
penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya menjelaskan
tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya tidak mengalami
kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut. Hadist
menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an
Hadits
merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits
berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak
dijumpai di dalam Al-Qur'an. Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki
menikah dengan bibi istrinya secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang
artinya: "dilarang mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan
dengan saudara perempuan dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara
perempuan dari ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam
hal ini, Rasulullah Saw merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat
hukum. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.
· Pengertian Ijtihad
Ijtihad
berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya mencurahkan tenaga,
bersungguh-sungguh. Menurut istilah, ijtihad artinya berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang tidak ada ketetapan
hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun hadits. Orang yang melakukan ijtihad
disebut Mujtahid.
· Syarat-syarat Berijtihad
Ijtihad
bukan masalah yang mudah, karenanya seorang mujtahid harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut;
1) Orang Islam, dewasa, sehat akalnya serta
memiliki kecerdasan.
2) Memahami ulumul Qur'an dan ulumul hadits terutama
yang berkaitan dengan masalah hukum-hukum, asbabun nuzul, nasikh mansukh, tarikh, musthalah
hadits, asbabul wurud, matan hadits, tingkatan hadits dan kedudukan serta hal
ikhwal perawinya.
3) Memahami bahasa Arab dengan segala
kelengkapannya.
4) Memahami ilmu usulul fiqih (pokok-pokok
fiqih)
5) Memahani masalah ijma' atau pendapat
ulama' terdahulu
6) Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan
yang tidak ada dalil qath'inya dalam Al-Qur'an atau hadits.
· Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Kedudukan
dan fungsi ijtihad sebagai berikut;
Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang
ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits
Ijtihad
merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul
dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits
Ijtihad
merupakan salah satu cara yang disyari'atkan untuk menyelesaikan permasalahan
social dan kenegaraan dengan ajaran-ajaran Islam.
Ijtihad
merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum muslimin.
· Bentuk-bentuk Ijtihad
Ijtihad
dibedakan menjadi beberapa bentuk
Ijmak
yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah yang belum
diterangkan dalam Al-Qur'an dan hadits. Qiyas
yaitu menyamakan permaslahan yang terjadi dengan masalah lain yang sudah ada
hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
Contoh:
Hukum minuman keras diqiyaskan dengan khamar. Karena keduanya ada kesamaan
sifat yaitu sama-sama memabukkan.
Istihsan
yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam
Al-Qur'an dan hadits, yang didasarkan atas kepentingan/kemaslahatan umum. Istishab
yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena
suatu dalil sampai ada dalil lain yang merubah kedudukan hukum tersebut. Istidlal
yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebutkan secara rinci dalam
Al-Qur'an atau hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau
kebiasaan masyarakat setempat. Maslahah
mursalah yaitu perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan
maksud syara' dan hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan
jelas.
Contoh:
Peraturan lalu lintas.
Urf
yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, baik dalam ucapan ataupun
perbuatan.
Zara'i
yaitu perbuatan yang menjadi jalan untuk
mencapai maslahah atau menghilangkan madarat.